Selasa, 30 Juni 2015

Ketika Rupiah Menjadi Sampah...


Sore-sore, ketika lagi asyik nyapuin halaman (rajin MODE:ON) saya melihat uang logam Rp. 100 yang ikutan tersapu. Duh.. siapa sih yang buang-buang uang disini? Mentang-mentang duit seratus nilainya kecil. Paling enggak kan bisa untuk bayar pengamen atau pengemis yang biasa mampir ke rumah, pikir saya.

Yakin deh, hampir semua orang indonesia pernah mengalami kejadian yang mirip-mirip diatas. Dimana uang seratus rupiah hampir enggak digunakan lagi. Buktinya, coba kamu intip dompet temen kamu (kalo diijinin), rata-rata isinya adalah uang kertas, uang receh paling ada Rp.500 atau Rp. 1.000, jarang ada yang nyimpan uang seratus perak.

Kalo ditanya alasannya klasik, yaitu bikin dompet tambah berat atau bawa uang seratus perak itu enggak efisien. Tapi bener enggak sih?

Bila kita ke warung apa yang bisa dibeli dengan uang seratus perak? Paling kita cuma bisa beli satu biji permen, itupun kalo ada! Dan jika kita pengen barang lain yang agak mahal, kita harus bawa duit seratus perak satu toples penuh! Ribet banget kan?

Redenominasi Rupiah Mendesak Dilakukan

Kejadian di warung tadi bikin saya ingat kejadian yang mirip di Zimbabwe (jauh amat :D). Di Zimbabwe terjadi hiperinflasi sebesar 2.200.000%! Kondisi ini bikin mata uang Dollar Zimbabwe jatuh dan rakyatnya kudu bawa uang buanyak bila mau belanja.

Di Zimbabwe, beli ayam kudu bawa duit tiga gepok!

Ke restoran bawa uang segini banyak??

Duh, amit-amit jangan sampai kondisi diatas juga menimpa Indonesia. Inflasi yang terjadi juga mudah-mudahan juga enggak terlalu parah.

Nah, salah satu cara untuk menghindarinya adalah dengan redenominasi nilai mata uang rupiah. Bagi yang belum tau, redenominasi adalah pemotongan nominal nilai mata uang  tanpa mengurangi nilainya. Masih bingung? Contohnya begini...

Jika kita punya pecahan Rp. 100.000. Dengan uang itu kita bisa membeli kemeja seharga Rp. 100.000. Saat redenominasi selesai dilakukan, dengan perbandingan 1:1000, BI akan menerbitkan uang baru pecahan Rp. 100 punya nilai setara Rp. 100.000.

Keberhasilan redenominasi pernah terjadi di Turki tahun 1998. Setelah persiapan tujuh tahun, Turki berhasil menghilangkan enam angka nol pada uang Lira (1.000.000 TL = 1 YTL). Redenominasi juga sukses terjadi pada mata uang Zloty di Polandia dan mata uang Won di Korea Utara.

Bagaimana di Indonesia?

Redenominasi rupiah kayaknya masih lama terjadi walaupun itu bukan angan. Pernah sih redenominasi rupiah dijadikan wacana era pemimpin SBY dulu, dan kabarnya dilanjutkan era Jokowi sekarang. Gimanapun, Indonesia kudu menyederhanakan nilai mata uangnya. Redenominasi ini akan membuat rupiah jadi lebih “berharga”. Tapi perencanaan yang matang kudu dilaksanakan karena enggak semua redenominasi berhasil dilakukan.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar