Senin, 11 Januari 2016

Kebangkitan Musik Indonesia!



Seperti sebuah roda yang berputar, kondisi musik Indonesia juga mengalami fase naik turun. Dimulai pada medio 80’an dimana musik beraliran jazz sangat digemari penikmat musik Indonesia kala itu. Era ini sangat penting karena musik Indonesia mengalami transisi dari musik “tradisional” menuju musik “modern”. Musisi jazz pun bermunculan dan menyemarakkan blantika musik Indonesia. Namun, era 80’an bukan hanya milik jazz semata, aliran lain seperti pop, rock, dan dangdut berkembang tidak kalah cepatnya, menambah semarak musik nasional.

Tak dipungkiri, musikalitas mereka banyak terinspirasi musisi luar negeri yang telah lebih dulu terkenal seperti The Beatles, Rolling Stones, Stevie Wonder, Madonna, Queen, Metalicca, dll. Maka tak heran, selain aransemen dan lirik lagu yang dalam, banyak kritik sosial yang terselip di dalam lagu-lagu mereka.

Indonesia Musicians’ 80s

Koes Plus, Iwan Fals, Ebiet G Ade, Fariz RM, Indra Lesmana, Godbless, Elpamas, Rhoma Irama, Evi Tamala, Ikke Nurjanah, Maggy Z, Rinto Harahap, Vina Panduwinata, Utha Likumahuwa, Andre Hehanusa, Chrisye, Broery Marantika, Nicky Astria, Gombloh, Bob Tutupoly, Gito Rollies, Rita Sugiarto, Harvey Malaiholo, Franky Sahilatua, Dian Pramana Putra

Memasuki era 90’an, ketika kekreatifan dan kepopuleran mereka mulai menurun, nahkoda musik Indonesia diambil alih oleh generasi penerus mereka. Generasi penerus ini adalah anak anak muda yang memiliki talenta dan bakat besar dalam bermusik yang tergabung ke dalam banyak grup band. Jadilah, remaja angkatan 90’an dihebohkan oleh euforia kejayaan musik Indonesia.

Atmosfer persaingan yang panas antar grup band berhasil “memaksa” musisi muda ini untuk menghasilkan lagu lagu yang berkualitas. Apalagi dengan bermunculannya basis basis fans terkenal macam slankers (fans grup band Slank), Baladewa (fans grup band Dewa 19), atau Sheilagank (fans grup Band Sheila On 7). Musik mereka yang easy listening, jujur, apa adanya, serta lirik lagu yang cocok dengan kehidupan remaja sehari hari membuat lagu lagu mereka cepat diterima oleh para kawula muda.

Walaupun rata-rata bergenre serupa, yaitu pop, grup grup band ini memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan satu sama lain. Karakter ini terbentuk dari warna vokal dan gubahan aransemen sehingga memberi warna, gaya dan jiwa tertentu.    

Indonesia Musicians’ 90s

Wayang, Base Jam, Java Jive, Stinky, AB Three, Element, Tofu, T-Five, The Fly, Caffeine, Neo, Iwa K, Kla Project, Agnes Monica, Krisdayanti, Rossa, Audy, Glenn Fredly, Marcell, Titi DJ, Padi, Jamrud, Superman is Dead, Mocca, Andra & The backbone, Sheila on 7, Jikustik, /rif, Letto, Dewa, Serieus, Slank, Steven & Coconut Trees, Andien, Tangga, Project Pop, Naif, Ada Band, Samsons, Sherina Munaf, Tipe X, D, Cinnamons, Gigi, Kerispatih, Evo, Kahitna, Netral, She, Shaggy Dog, The Changcuters, Nidji, Peterpan (Noah), Ungu, RAN, Geisha, D’massive...

Masa kejayaan musik Indonesia mulai goyah memasuki awal tahun 2010. Kreatifitas yang menurun, regenerasi musisi yang terlambat, dan maraknya pembajakan membuat industri musik Indonesia memasuki titik terendah. Kesempatan ini dimanfaatkan band band kacangan yang ditampilkan secara memaksa, instan, dan yang penting masuk TV. (baca juga: Musik Indonesia Kekinian).

Puncaknya pada pertengahan 2014, publik Indonesia digegerkan dengan lahirnya era boyband/girlband yang sengaja mengadopsi dari Korea. Protes pun bermunculan dari banyak pemerhati musik Indonesia karena boyband/girlband dianggap hanya plagiat dan seringnya mereka lip-sync diatas panggung. Era ini sempat membuat “kotor” belantika musik Indonesia. (baca juga: R.I.Pboyband/girlband Indonesia).


Yang namanya sebuah indera, telinga tentu saja tak bisa dibohongi. Para penikmat musik era 80’an dan 90’an pasti paham betul betapa ambruknya kualitas musik Indonesia sekarang ini. Lihatlah anak muda sekarang... mereka telah berpaling menikmati lagu-lagu impor dari Amerika, Inggris, atau Korea, karena mereka tahu bahwa nyaris tidak ada lagi musisi dan lagu yang bermutu di Indonesia.

Revolusi Musik Indonesia

Lama kelamaan, kondisi ini membuat penggemar musik Indonesia dihinggapi rasa rindu. Rindu akan hadirnya kembali musisi asli Indonesia dan membawa kembali kejayaan musik kita seperti dulu.

Pelan tapi pasti, muncul bibit bibit baru di kancah musik Indonesia. Bibit bibit yang akan tumbuh menjadi tunas baru bagi masa depan musik negeri ini. Mereka tergabung dalam grup band maupun solois yang coba menghidupkan kembali musik Indonesia yang tengah mati suri...

Isyana Sarasvati























Muda, cantik, dan berbakat. Itulah tiga kata yang cukup menggambarkan seorang Isyana Sarasvati. Isyana memiliki latar belakang musik klasik yang ditempa di Nanyang of Arts Singapura dan Royal Collage of Music Inggris. Sebagian besar lagunya bernuansa pop dibalut dengan R&B dan Jazz. Dentingan pianonya selalu terselip dalam setiap beat dalam setiap lagunya.

Khusus di album pertamanya yang berjudul Explore!, Isyana dikarantina selama 3 minggu di Swedia untuk fokus dalam penggarapan. Dia juga menulis sendiri sebagian besar lagunya.

Saat ini Isyana hadir sebagai pengobat rasa rindu akan hadirnya musisi berkualitas. Kepopulerannya pun terus menanjak. Video klipnya ditonton lebih dari 10 juta orang di Youtube. Pengikutnya di Twitter mencapai 77.000 akun. Dia juga telah menjadi ikon bagi empat produk, yaitu pembersih wajah, kosmetik, telepon genggam, dan toko internet.

Endah n Rhesa






















Seperti namanya, Endah n Rhesa terdiri dari dua pasangan musisi yaitu, Endah Widiastuti (vokal, gitar) dan Rhesa Aditya (Bass). Dengan mengusung aliran folk, jazz, dan blues, lagu lagu Endah n Rhesa terasa empuk ditelinga. Band ini makin dikenal setelah single mereka “When You Love Someone” mulai diputar di radio radio Indonesia. Walaupun ketenaran di depan mata, Endah n Rhesa tetap setia dengan label Indie yang selama ini menaunginya.

Raisa
























Raisa Adriana adalah penyanyi muda berbakat yang tengah naik daun di Indonesia. Gaya bermusik Raisa bernuansa Pop, R&B, dan Jazz banyak terinspirasi dari musisi kenamaan Amerika seperti Brian Mcknight, Joss Stone, hingga Alicia Keys.

Merintis kariernya mulai dari penyanyi kafe hingga bergabung dalam band, sosok Raisa mulai dikenal ketika merilis single berjudul “Serba Salah”. Karena lagunya yang jazzy ini, Raisa sering diundang di Java jazz Festival 2011.

Karena bakat bernyanyinya ini, Raisa mendapat penghargaan sebagai pendatang baru terbaik versi Anugerah Musik Indonesia tahun 2012. Raisa juga terlibat secara tidak langsung dalam film garapan Walt Disney Pictures, Cinderella (2015), dengan membawakan soundtracknya berjudul “A Dream is a Wish Your Heart Makes”

The S.I.G.I.T






















The S.I.G.I.T (The Super Insurgent Group of Intemperance Talent) grup band indie beraliran Hard Rock yang berasal dari Bandung, Indonesia. Band ini terdiri dari lima pria eksentrik, yaitu Rektivianto Yoewono (vocal, guitar), Farri Icksan Wibisana (lead guitar), Aditya Bagja Mulyana (bass), dan Armando Donar Ekana (drum).

The S.I.G.I.T menjadi buah bibir pecinta musik indonesia karena keberhasilan mereka menembus pasar luar negeri. Tercatat, The S.I.G.I.T pernah mengadakan tur Australia dengan mengunjungi banyak kota seperti Sydney, Brisbane, Perth, dan Frematle. Tahun 2006, album debut mereka berjudul “Visible Idea of Perfection” sempat dibahas dalam salah satu kolom majalah musik terkenal, NME.

Gaya bermusik The S.I.G.I.T sangat dipengaruhi oleh band band legendaris luar negeri seperti Led Zappelin, Deep Purple, AC/DC, hingga The Stone Noses. Yang unik dari The S.I.G.I.T, jika umumnya band hard rock didominasi penuh oleh gebukan drum dan petikan gitar elektrik, The S.I.G.I.T justru menyelipkan instrumen flute (seruling) dan terompet khas lagu lagu Irlandia.

The S.I.G.I.T adalah representasi musisi modern Indonesia pada zaman modern sekarang ini.

Stars and Rabbits























Keunikan musik Stars and Rabbits langsung terasa ketika kamu mendengar  suara dan gaya unik sang vokalis, Elda. Warna vokal yang kekanak kanakan tapi kuat, permainan gitar yang mumpuni, serta curahan perasaan yang terpagut dalam setiap jalinan liriknya menjadi ciri khas lagu lagu Stars and Rabbits.

Stars and Rabbits adalah band beraliran folk yang terdiri dari dua musisi, yaitu Elda (singer, songwriter) dan Adi Widodo (Gitaris, Arrenger). Mendengar lagu lagu yang mereka bawakan, membuat kita membayangkan seekor kelinci di puncak bukit berumput hijau sambil menatap bintang bintang. Begitu damai dan menentramkan.

Payung Teduh























Payung Teduh adalah band asal Indonesia yang beranggotakan Mohammad Istiqomah Djamad (vocal, gitar), Comi Aziz Kariko (cello), Ivan Penwyn (lead gitar), dan Alejandro Saksakame (drum). Band ini adalah idola baru dikalangan remaja Indonesia. Di setiap konsernya selalu dipenuhi penonton yang kebanyakan para kawula muda.

Konsep musik yang ditawarkan payung teduh sebenarnya adalah lagu bergenre pop namun dibalut dengan sentuhan jazz dan keroncong. Liriknya yang puitis dan “meremaja” membuat lagu lagunya dengan cepat diterima penikmat musik Indonesia. Yang menjadi poin plus Payung Teduh adalah penjiwaan mereka selama manggung yang penuh rasa dan tampil apa adanya.

Terlalu dini dan naif memang jika semua ini dikatakan sebagai Revolusi Musik Indonesia. Namun, lahirnya musisi muda diatas adalah bukti bahwa musik Indonesia belum habis! Masih ada musisi muda berbakat yang lahir dari tanah ini.

Musisi muda ini diharapkan menjadi pelopor untuk mengembalikan kejayaan musik kita. Sehingga ketika semua kembali akan membasuh dahaga akan kerinduan ditengah keringnya belantika musik Indonesia.




Maju terus musik Indonesia!










2 komentar: